KABUPATEN SOLOK | Proyek penanganan longsor di KM 15 Lubuak Paraku, ruas Jalan Nasional Padang–Solok–Sawahlunto, kembali menuai sorotan tajam. Bukan soal progres fisik, tapi soal absennya pengawas dari pihak konsultan supervisi dalam momen kritikal pengecoran bahu jalan pada Selasa, 01 Juli 2025, pukul 16.05 WIB.
Saat proses pengecoran berlangsung, yang terlihat hanya Pak Doni dari PU dan Pak Budi dari pihak kontraktor PT. Landsano Jaya Mandiri. Tidak tampak satupun pengawas dari konsultan supervisi di lokasi pekerjaan.
Ketika dikonfirmasi, pihak konsultan beralasan bahwa mereka sedang berada di batching plant untuk mengawasi mutu campuran beton. Namun alasan ini langsung dipertanyakan banyak pihak, sebab batching plant sudah memiliki standar mutu tersendiri, dilengkapi laboratorium internal dan tenaga ahli bersertifikat sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).
Artinya, pengawasan konsultan seharusnya fokus di lokasi pengecoran, bukan di batching plant.
"Batching plant itu jelas punya sistem quality control sendiri. Yang harus diawasi itu proses pengecoran di lapangan, karena di situ banyak faktor yang menentukan kualitas akhir. Mulai dari cara tuang, pemadatan, hingga kesesuaian dimensi," tegas seorang ahli teknik sipil yang enggan disebut namanya.
Kejanggalan semakin mencuat ketika pihak pengawas enggan menjawab saat ditanya pukul berapa sebenarnya mereka hadir di lokasi. Jawaban yang seharusnya sederhana itu justru ditanggapi dengan bungkam.
Ini memunculkan pertanyaan publik:
Apakah pengawasan proyek vital seperti ini hanya formalitas?
Apakah kelalaian seperti ini dibiarkan terus berulang?
Siapa yang bertanggung jawab jika di masa depan terjadi kerusakan atau kegagalan struktur akibat mutu kerja yang tidak terawasi dengan benar?
Padahal, pekerjaan pengecoran adalah fase yang tidak bisa diulang. Kesalahan sedikit saja dalam pemadatan, ketebalan, atau campuran, akan berakibat pada ketahanan struktur jangka panjang.
“Kalau cuma awasi di batching plant, lalu siapa yang memastikan beton itu dicor sesuai prosedur? Kalau campuran beton bagus, tapi cara ngecor asal-asalan, hasilnya tetap buruk,” kritik warga yang melintas di lokasi.
Sementara itu, kinerja kontraktor tetap mendapat apresiasi. Mereka sigap menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, rapi, dan mampu mengatur lalu lintas dengan baik di tengah pengerjaan. Namun tanpa kehadiran pengawas resmi di lapangan, tetap saja ada celah serius yang tidak bisa diabaikan.
Masyarakat berharap, BPJN Sumatera Barat, Satker PJN Wilayah II, dan pihak konsultan pengawas segera memberi klarifikasi terbuka. Tidak cukup hanya alasan teknis yang kabur, tetapi harus ada pertanggungjawaban penuh atas sistem pengawasan yang seharusnya menjadi benteng kualitas dalam setiap proyek negara.
“Kami sebagai pengguna jalan butuh jaminan. Jangan sampai jalan ini rusak cepat atau longsor lagi karena kelalaian pengawasan,” tegas warga setempat.
Evaluasi total terhadap sistem pengawasan proyek kini menjadi tuntutan keras dari masyarakat. Tanpa pengawasan yang benar, sebaik apapun kontraktor dan semahal apapun material, hasilnya tetap bisa rapuh dan membahayakan pengguna jalan di kemudian hari.
Tim
0 Komentar